Pages

Labels

Minggu, 20 Januari 2013

PEMBIAYAAN

1. Tijaroh (pembiayaan jual beli)
a. Ba'i al-Murobahah (pembelian tangguh)
pembiayaan penjualan barang dengan ditambah keuntungan yang telah disepakati. pembayaran dapat ditangguhkan sampai jatuh tempo atau memberikan angsuran setiap bulan
b. Ba'i Bitsaman Aji (jual beli bayar cicilan)
pembiayaan jual beli barang ditambah keuntungan yang telah disepakati dengan cara diangsur dalam jangka waktu yang telah disepakati.
2. Mudhorobah
Unit Jasa Keuangan Syari'ah Kocika "Mitra Usaha" sebagai shohibul maal dan dan pemilik usaha sebagai mudhorib berkongsi usaha, jika keuntungan dibagi sesuai kesepakatan jumlah modal yang disertakan, jika rugi mudhorib cukup mengembalikan modal pokok.
3. Musyarokah
pembiayaan yang diberikan kepada nasabah berupa sebagian dari modal anggota yang diberikan anggota dari keseluruhan modal. Pembagian keuntungan lakukan secara proporsional sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.

Selasa, 15 Januari 2013

ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN ISLAM

1). Al-Hurriyah (Kebebasan)
  Asas ini merupakan prinsip dasar dalam hukum perjanjian islam, dalam artian para pihak bebas membuat 
suatu perjanjian atau akad. Bebas dalam menentukan objek perjanjian dan bebas menentukan dengan siapa 
dia akan membuat perjanjian, serta bebas menentukan bagaimana cara menentukan penyelesaian sengketa 
jika terjadi di kemudian hari.
  Asas kebebasan berkontrak di dalam hukum islam dibatasi oleh ketentuan syari’ah islam. Dalam membuat 
perjanjian ini tidak boleh ada unsur paksaan, kekhilafan, dan penipuan.Dasar hukum mengenai asas ini tertuang dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 256, yang artinya sebagai berikut :
   Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat........”.
 2). Al-Musawah (Persamaan atau Kesetaraan)
 Asas ini mengandung pengertian bahwa para pihak mempunyai kedudukan yang sama, sehingga dalam 
menentukan suatu akad/perjanjian setiap pihak mempunyai kesetaraan atau kedudukan yang seimbang.
 Dasar hukum mengenai asas persamaan ini teruang di dalam ketentuan Al-Qur’an surat Al-Hujarat ayat 13
 yang artinya sebagai berikut :
 Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seeorang laki-laki 
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan 
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling 
mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang bertakwa diantara 
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal
 3)  Al-Adalah (Keadilan) 
 Pelaksanaan asas ini dalam suatu perjanjan/akad menuntut para pihak untuk melakukan yang benar dalam 
pengungkapan kehendak dan keadaan, memenuhi semua kewajiban. Perjanjian Harus senantiasa 
mendatangkan keuntungan yang adil dan seimbang, serta tidak boleh mendatangkan kerugian bagi salah satu 
pihak. 
 Dasar hukumnya dapat di baca dalam Al Quran surat  Al Maidah [5]:8. yang artinya sebagai berikut
 Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orangselalu
  menegakkan kebenaran karena ALLAH, menjadi saksi dengan adil. Dan 
 janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuat kamu
  cenderung untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, kerena adil itu lebih
  dekat dengan takwa. Dan bertakwalah kepada ALLAH, sesungguhnya Allah 
 Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

 4).  Al-Ridha (Kerelaan)
 Asas ini menyatakan bahwa segala transaksi yang di lakukan harus atas dasar kerelaan antara masing-
masing pihak, harus didasarkan pada kesepakatan bebas dari para pihak dan tidak boleh ada unsur 
paksaan, tekanan, penipuan dan mis-statemen.
 Dasar hukum adanya asas kerelaan dalam pembuatan perjanjian dapat di baca dalam Al-Qur’an surat 
An-Nisa ayat 29, yang artinya sebagai berikut :
 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta 
 sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang 
berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu 
membunuh dirimu, sesungguhnya ALLAH adalah Maha Penyayang kepadamu”.
 5).  Ash-Shidq (Kebenaran dan Kejujuran)
 Bahwa di dalam Islam setiap orang dilarang melakukan kebohongan dan penipuan, karena dengan adanya 
penipuan/kebohongan sangat berpengaruh dengan keabsahan perjanjian/akad. Perjanjian yang di dalamnya 
mengandung unsur kebohongan/penipuan, memberikan hak kepada pihak lain untuk menghentikan proses 
pelaksanaan perjanjian tersebut.
 Dasar hukum kita baca dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 70 yang artinya adalah sebagai berikut 
 Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah 
dankatakanlah perkataan yang benar”.
 6).  Al-kitabah (Tertulis)
 Bahwa setiap perjanjian hendaknya dibuat secara tertulis, lebih berkaitan demi kepentinganpembuktian jika
 dikemudian hari terjadi sengketa. Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqaroh ayat 282-283 mengisyaratkan agar 
akad yang dilakukan benar-benar berada  dalam kebaikan bagi semua pihak. Bahkan juga dalam pembuatan
 perjanjian hendaknya juga disertai dengan adanya saksi-saksi (syahadah).
 Dasar hukumnya dapat dibaca dalam Al Quran surat Al Baqarah [2]:282  yang artinya sebagai berikut 
 Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara
  tunai untuk waktu yang di tentukan, hendaklah kamu menuiskannya”.
 7).  Al Amanah (Asas Kepercayaan)
Setiap akad wajib di laksanakan oleh para pihak sesuai dengan kesepakatan yang di terapkan oleh yang 
 bersangkutan dan pada sama terhindar dari cedera-janji.
  Dasar hukumnya dapat di baca dalam surat  An Nisa[4]:58 yaitusesungguhnya ALLAH menyuruh kamu
  menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya

Al Baqarah [2]:283 yaituMaka hendaklah yang di percayai itu menunaikan amanatnya”.

Al Anfal[8]:27 yaitu :


Janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui
8).  Iktiyati (kehati-hatian)


Setiap akad dilakukajn dengan pertimbangan yang matang dan dilaksanakan secara tepat dan cermat.
 9).  Kemampuan


      Setiap akad dilakukan dengan kemampuan para pihak sehingga tidak menjadi beban yang berlebihan bagi yang bersangkutan.


10).  Transparasi


     Setiap akad dilakukan dengan pertanggung jawaban para pihak secara terbuka.
11).  Taisir/Kemudahan


    Setiap akad dilakukan dengan cara saling memberi kemudahan kepada masing-masing pihak untuk dapat melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan.


12).  Iktikad baik


    Akad dilakukan dalam rangka menegakkan kemaslahatan, tidak mengandung unsur jebakan dan perbuatan buruk lainnya.


13).  Sebab yang Halal


       Tidak bertentangan dengan hukum, tidak di larang oleh hukum dan tidak haram.

Minggu, 06 Januari 2013

PRINSIP DASAR YANG DITERAPKAN SYARA'


  1. Setiap transaksi dasarnya mengikat orang (pihak) yang melaksanakan transaksi,  kecuali apabila transaksi itu menyimpang dari hukum syara’.
  2. Syarat-syarat transaksi di rancang dan di laksanakan secara bebas tetapi penuh tanggung jawab ,tidak menyimpang dari huku syara’ dan adap sopan santun.
  3. Setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
  4. Islam mewajibkan agar setiap transaksi, di landasi dengan niat yang baik dan ikhlas karena allah SWT.
  5. Adat kebiasaan atau ‘urf yang tidak menyimpang dari syara’, boleh di gunakan untuk menentukan batasan atau kriteria-kriteria dalam transaksi.

DASAR PERUNDANG-UNDANGAN


Penerapan syariah Islam dalam tata hukum positif di Indonesia sebenarnya telah memperoleh tempat yang cukup signifikan.
  1. Konstitusi Indonesia telah memberikan jaminan kemerdekaan bagi setiap penduduk untuk memeluk dan beribadah menurut  agamanya masing-masing yang tercantum dalm UUD RI 1945 Pasal 29 ayat 2        
  2.  KUH Perdata 1338 
    Sistem hukum nasional Indonesia telah memberikan jaminan kebebasan bagi setiap individu untuk menentukan sendiri hukum apa yang diberlakukan bagi dirinya. Jadi, tidak ada halangan sedikitpun jika kaum muslimin menghendaki pemberlakuan syariah Islam dalam hubungan keperdataan di antara sesama mereka.

STRUKTUR ORGANISASI


DOKUMENTASI 2011



DASAR MU'AMALAH

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermua’malah tidak secara tunai untuk waktu yang di tentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar....”
(QS. Al-Baqarah 282)